Komunikasi Dokter Dinilai Cukup Baik
BANDUNG, Sekitaran 80 % pasien dari empat kota menilainya kwalitas komunikasi dokter dengan pasien cukup baik. Tetapi, masihlah cukup banyak pasien berasumsi saat konsultasi sangat sedikit. Sekian hasil survey kenikmatan pasien pada service medik rumah sakit yang dikerjakan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bekerja sama juga dengan Yayasan Instansi Customer Indonesia (YLKI). Hasil survey di uraikan dalam seminar bertajuk sama di Bandung, Jawa Barat, Selasa-Rabu (27-28/10). Menurut Ketua YLKI Husna Zahir, yang menuturkan hasil survey berbarengan Tini Hadad dari KKI, survey dikerjakan pada 654 orang yang tengah atau pernah dirawat di fasilitas service kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit pemerintah/swasta) di Medan, Mataram, Yogyakarta serta Jakarta. Husna mencontohkan, seseorang pasien di Jakarta, Gusti, menjelaskan, dokternya memberi saat konsultasi begitu leluasa. Demikian sebaliknya, Robert dari Jakarta mengeluhkan, dokter amat cepat mengecek hingga pasien tak ada saat ajukan pertanyaan. Pasien lain mengeluhkan, di panggil ke ruangan praktek sekalian tiga orang hingga tak ada privacy serta tak nyaman. Berkaitan dengan pemberian obat, beberapa besar pasien terasa dokter memberi obat dengan cara rasional. Tetapi, beberapa dari mereka menyebutkan, dokter tak tawarkan obat generik. Menurut Husna, walau pada umumnya penilaian pada service dokter cukup baik, keluhan pasien butuh jadi perhatian. ”Dokter mesti lebih pro aktif berikan info tanpa ada mesti di tanya. Demikian sebaliknya, pasien mesti lebih partisipatif dalam sistem penyembuhan, ” tuturnya. Disamping itu, dr Slamet Budiarto dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, praktek kedokteran yang baik cuma berlangsung bila dokter baik serta sejahtera. Hal semacam itu adalah hasil pendidikan, system pembiayaan, serta system kesehatan yang baik. Slamet menilainya system kesehatan Indonesia sekarang ini kacau lantaran tidak berbasiskan referensi. Pasien dapat berobat ke dokter umum atau segera ke dokter spesialis. Disamping itu, cuma sedikit masyarakat yang ditanggung asuransi. Pembiayaan kesehatan biasanya dibayar segera oleh pasien serta tak ada standard layanan medis. Tarif dapat sekitar Rp 2. 000 hingga Rp 2. 000. 000. ”Seharusnya semua masyarakat dicakup asuransi. Yang dapat membayar premi sendiri, orang miskin dijamin pemerintah. Layanan medis ditetapkan oleh IDI, ” kata Slamet. Pembicara lain yaitu Dr dr Laksono Trisnantoro dari Pusat Manajemen Service Kesehatan Fakultas Kedokteran Kampus Gadjah Mada, dr Achmad Hardiman, SpKJ dari Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan, serta Ketua Yayasan Pemberdayaan Customer Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta.